Nama : Annisaa
Khusnul Khatimah
Nua : 04
Kelas : X Sosial 1
Menganalisis Cerpen
Cerpen I
Adit, itulah nama
panggilanku. Aku memiliki saudara kembar yaitu adib. Dia sangat cerdas dan
tanggap dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan aku, aku adalah kebalikan dari
adib. Sering kali aku dibanding-bandingkan dengan kelebihan adib.
Segalanya serba adib, aku sendiri serasa tidak ada keunggulan
sedikitpun selain menyusahkan orang di sekitarku. Adib selalu berucap demi
memberikan semangat bagi kehidupanku, “Kak, lakukanlah semua itu dengan tanpa
memandang orang lain bicara apa, asalkan yang kau lakukan benar”. Tidak ada
sifat kesombongan dan kecongkaan yang tertanam dalam jiwa adib, adikku.
Mama yang telah melahirkanku pun lebih mencintai adib, ayah
yang selalu memberi nafkah pada keluarga kami pun memberi oleh-oleh yang lebih
istimewa kepada adib. Ini merupakan deskriminasi yang berlebihan menurutku. Ya
sudahlah, biar tak kepanjangan pikirku, aku positif saja dengan kehidupanku.
Tetangga yang biasanya tenteram dengan urusan mereka, kala ini
merasa terundang untuk selalu membicarakan dan membandingkan aku dengan adib.
Setiap aku lewat, pastilah lirikan yang tidak menyenagkan didapati olehku. Akan
tetapi seketika adib lewat, sapaan demi sapaan selalu tercurahkan. Aku hanya
bisa mengelus dada saja melihat fenomena ini.
Suatu ketika, kejadian yang tidak diinginkan ditimpa oleh
adib. Cairan bahan kimia mengenai kedua matanya ketika praktik di sekolah.
Akhirnya adib dilarikan ke rumah sakit terdekat, guru-guru yang bersangkutan
serta aku pun ikut ke rumah sakit tersebut.
Setiba di rumah, ternyata telah ada guru perwakilan dari
sekolah yang melaporkan kejadian tersebut pada orang tua kami. Belum sempat
mencium tangan kedua orang tuaku, mereka berdua langsung menuju ke rumah sakit
tersebut. Sedangkan aku menjaga rumah demi keselamatan bersama.
Akan tetapi, seketika aku menyapu halamna rumah malah
gunjingan dari tetangga yang ku dapat. Mereka bilang “sudah adik sendiri
terkena musibah, malah tidak kasihan dan tidak dijaga”. Aku lagi-lagi hanya
bisa mengelus dada mendengar celotehan para tetangga.
Aku sangat sayang pada orang tua dan adikku. Tugasku untuk
menjaga adik telah aku selesaikan walau hanya sebentar, sedangkan tugas rumah
yang selalu dibebankan padaku belum aku laksanakan, oleh karenanya aku pulang
demi melaksanakan kewajibanku.
Setelah mengerjakan urusan rumah, aku pun langsung mengunci
seluruh isi rumah dan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk serta menjaga adib.
Tapi seketika aku sampai di rumah sakit tepatnya di depan pintu kamar adib
dirawat, aku mendengar diskusi antara dokter dengan kedua orang tuaku.
Aku tak mengira hal ini akan terjadi, keputusan yang membuat
aku berat hati ini menjadikan aku lebih tegang dan bahkan mengharukan dalam
hidupku. Dokter memutuskan bahwa mata adib tidak bisa diselamatkan kembali,
tapi dapat diganti dengan bola mata lain baru dia bisa pulih seperti sedia
kala, itu pun jika operasi berhasil.
Orang tuaku siap mengganti berapa pun biaya demi keselamatan
adib, bahkan dengan mengganti bola mata yang baru. Aku mengira bahwa orang
tuaku akan menulis iklan dalam media masa bahwa mereka butuh donor mata dengan
nilai rupiah yang cukup tinggi. Ternyata hal itu hanya mimpi belaka, keputusan
orang tua yang dicurahkan terhadap dokter adalah mengambil bola mataku untuk
adib, sang juara keluarga.
Mengapa nasibku sungguh malang. Aku mempunyai mimpi yang
besar, akan tetapi hal ini apakah tidak menghalangi mimpiku? Mata adalah salah
satu organ yang sangat penting adanya dan kegunaannya. Aku hanya bisa menangis
sejenak melihat hal yang tak terduga ini. Lagi-lagi aku hanya bisa bergumam dan
meronta dalam hati serta mengelus dada.
Tanpa basa-basi, aku kembali ke rumah dan merenung di kamar.
Tuhan sangat sayang padaku, dan aku pun yakin atas hal tersebut. Aku berpikir,
jika aku tak punya mata lagi apakah aku bisa menangis
Biarlah, aku habiskan air
mataku untuk adib, kebanggaan semua orang. Mungkin dengan cara ini aku bisa
mendapat pujian dari semua orang yang kagum atas adib.
Keesokan harinya pun operasi akan dilaksanakan, tanpa
basa-basi malam sebelum operasi dilakukan aku telah siap dan berbicara pada
orang tuaku sebelum mereka bicara padaku. Aku bisa merasakan ada air mata dari
ayahku, tapi aku tidak bisa merasakan air mata yang ada dalam mata mamaku,
padahal yang akan aku sumbangkan untuk adib adalah salah satu organ tubuh yang
sangat ku sayangi.
Hari yang ditunggu-tunggu pun datang. Ibu sangat senang dengan
datangnya hari ini, sedangkan aku sempat melihat di belakang sana ada ayahku
yang dari sorotan matanya ingin mengucapkan sesuatu padaku. Namun apa boleh
buat, kini waktuku untuk memberikan barang berhargaku untuk adikku.
Tinggal beberapa menit lagi operasi akan dimulai, aku
memanfaatkannya dengan memanggil ayah dan ibuku. Aku hanya ingin memandang
mereka dengan peka, karena mungkin ini akhir aku melihat mereka yang telah
berjasa dalam hidupku.
Aku sadar, aku tak berarti apa-apa dalam keluarga ini. Tetapi
setidaknya aku telah berbuat baik kepada kedua orang tua dan selalu berpikiran
positif dalam perjalanan hidupku serta meyakini ada rahasia tuhan yang
tersembunyi di balik peristiwa ini semua.
Tepat pukul 10.00 operasi dimulai, aku siap menghadapi
alat-alat tajam yang akan mengambil mataku. Aku tak sadarkan diri pada waktu itu,
akan tetapi kala ini aku sadar namun terasa ada yang hilang. Ya, kemewahan dan
keindahan alam telah hilang menurutku. Semua di dunia ini telah musnah pikirku.
Tetapi aku salah, yang telah hilang dari keindahan bukanlah dunia dan seisinya,
melainkan kedua mataku telah hinggap pada tempat bola mata adib berada dulu.
Kini mimpi-mimpiku terasa telah terhapus, aku tak bisa
melakukan aktivitas seperti biasanya. Yang aku bisa kerjakan aku kerjakan,
namun yang tak bisa ya aku tinggalkan. Dengan kecacatan yang aku derita ini,
aku memutuskan untuk tinggal di kejauhan sana agar tidak membuat malu keluarga.
Ayahku tidak setuju dengan pikiranku, namun yang membuat aku tambah mengelus
dada adalah kerelaan ibu yang begitu memancarkan ketidaksayangannya dalam
menyetujui keputusanku.
Ini adalah jalanku, sebelum aku pergi jauh dan tinggal bersama
orang-orang yang asing pintaku hanya satu. Aku hanya ingin berbincang-bincang
dengan keluarga sampai larut malam.
Pagi harinya, sebelum aku pergi. Aku memberikan secarik kertas
untuk adib, yang sempat aku tulis ketika malam terakhir aku memiliki mata yang
sempurna. Aku tidak menulis panjang lebar untuk adib, namun aku hanya menulis
“Dik, Akhirnya aku bisa merasakan ….. Akhirnya aku bisa merasakan sepertimu,
selalu dipuji, dipandang baik dan sempurna oleh seluruh orang. Akhirnya aku
bisa merasakan sepertimu, walau hanya sekedar kedua bola mataku”
Hasil analisis cerpen
dengan pendekatan struktural instrinsik
1.
Tema
Tema atau pokok persoalan dalam cerpen Akhirnya
Aku Bisa Merasakan adalah adanya dikriminasi pada saudara kembar sehingga salah
satu darinya merasa memperoleh perlakuan
yang tidak adil dari kedua orangtuanya. Hal ini terlihat pada kutipan
berikut.
“Mama yang telah melahirkanku pun lebih mencintai
adib, ayah yang selalu memberi nafkah pada keluarga kami pun memberi oleh-oleh
yang lebih istimewa kepada adib. Ini merupakan deskriminasi yang berlebihan
menurutku. Ya sudahlah, biar tak kepanjangan pikirku, aku positif saja dengan
kehidupanku
2.
Alur/plot
Cerpen Akhirnya aku Bisa Merasakan” diawali dengan
pemaparan atau pemberian informasi kepada pembaca tentang latar belakang tokoh
si aku (adit). Tokoh utama, si aku menyebutkan namanya adalah adit yang
memiliki saudara kembar (adiknya) bernama adib. Namun adit selalu dibandingkan
dengan adib karena adib memiliki kelebihan dibanding adit. Hal ini dapat kita
baca pada kutipan berikut.
“Adit, itulah nama panggilanku. Aku memiliki
saudara kembar yaitu adib. Dia sangat cerdas dan tanggap dalam menyelesaikan
masalah. Sedangkan aku, aku adalah kebalikan dari adib. Sering kali aku
dibanding-bandingkan dengan kelebihan adib.
Tahap berikutnya disebut dengan munculnya
permasalahan.
3.
Latar /setting
Dalam
cerpen biasanya terdapat latar dan setting latar adalah tempat terjadinya suatu
peritiwa sedangkan setting adalah waktu dan suasana sebuah peristiwa dalam
cerita sedang berlangsung. Latar dalam cerita ada tiga macam, yakni: latar
tempat, latar waktu, latar social
·
Latar tempat
Latar
dalam cerpen di sini adalah di dalam rumah, halaman depan rumah, dan di rumah
sakit. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanyakutipan dibawah ini:
“Setiba
di rumah, ternyata telah ada guru perwakilan dari sekolah yang melaporkan
kejadian tersebut pada orang tua kami. Belum sempat mencium tangan kedua orang
tuaku, mereka berdua langsung menuju ke rumah sakit tersebut. Sedangkan aku
menjaga rumah demi keselamatan bersama
.”
Setelah
mengerjakan urusan rumah, aku pun langsung mengunci seluruh isi rumah dan pergi
ke rumah sakit untuk menjenguk serta menjaga adib. Tapi seketika aku sampai di
rumah sakit tepatnya di depan pintu kamar adib dirawat, aku mendengar diskusi
antara dokter dengan kedua orang tuaku.
·
Latar Waktu
Latar
waktu yang terjadi pada cerita ini adalah banyak sekali yakni, pagi, siang dan
sore. hal tersebut seuai dengan kutipan dibawah ini.
“Tepat
pukul 10.00 operasi dimulai, aku siap menghadapi alat-alat tajam yang akan
mengambil mataku.
“Akan
tetapi, seketika aku menyapu halaman rumah malah gunjingan dari tetangga yang
ku dapat. Mereka bilang “sudah adik sendiri terkena musibah, malah tidak
kasihan dan tidak dijaga”. Aku lagi-lagi hanya bisa mengelus dada mendengar
celotehan para tetangga.
·
Latar Sosial
Latar
social ini menggambarkan tentang kebiasaan dan keadaan masyarakat di tengah
para tokoh dalam cerita. Dalam cerpen ini latar social digambarkan sebagai
berikut.
“Tetangga
yang biasanya tenteram dengan urusan mereka, kala ini merasa terundang untuk
selalu membicarakan dan membandingkan aku dengan adib. Setiap aku lewat,
pastilah lirikan yang tidak menyenagkan didapati olehku. Akan tetapi seketika
adib lewat, sapaan demi sapaan selalu tercurahkan. Aku hanya bisa mengelus dada
saja melihat fenomena ini.”
4. Penokohan
Berikut
adalah para tokoh dalam cerpen beserta wataknya.
·
Tokoh aku
Tokoh
aku dalam cerpen memiliki watak yang baik, pengertian dan sabar. Hal tersebut
sesuai dengan kutipan berikut ini:
“Mama
yang telah melahirkanku pun lebih mencintai adib, ayah yang selalu memberi
nafkah pada keluarga kami pun memberi oleh-oleh yang lebih istimewa kepada
adib. Ini merupakan deskriminasi yang berlebihan menurutku. Ya sudahlah, biar
tak kepanjangan pikirku, aku positif saja dengan kehidupanku.’
Tokoh
Adib
tokoh
adib atau sadara kembar si aku ini adalah memiliki watak yang baik, pintar dan selalu memberi semangat pada kakaknya (si
aku adit). Hal ini digambarkan dalam kutipan berikut.
“Segalanya
serba adib, aku sendiri serasa tidak ada keunggulan sedikitpun selain
menyusahkan orang di sekitarku. Adib selalu berucap demi memberikan semangat
bagi kehidupanku, “Kak, lakukanlah semua itu dengan tanpa memandang orang lain
bicara apa, asalkan yang kau lakukan benar”. Tidak ada sifat kesombongan dan
kecongkaan yang tertanam dalam jiwa adib, adikku.
·
Tokoh Ibu
Tokoh
ibu dalam cerpen diatas memiliki watak yang jahat dan mempunyai sifat
diskriminasi terhadap anak kandungnnya sendiri. Sang ibu sangat senang ketika
adit memberikan matanya kepada adiknya, Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.
“Hari
yang ditunggu-tunggu pun datang. Ibu sangat senang dengan datangnya hari ini,
sedangkan aku sempat melihat di belakang sana ada ayahku yang dari sorotan
matanya ingin mengucapkan sesuatu padaku. Namun apa boleh buat, kini waktuku untuk
memberikan barang berhargaku untuk adikku.”
“Segalanya
serba adib, aku sendiri serasa tidak ada keunggulan sedikitpun selain
menyusahkan orang di sekitarku. Adib selalu berucap demi memberikan semangat
bagi kehidupanku, “Kak, lakukanlah semua itu dengan tanpa memandang orang lain
bicara apa, asalkan yang kau lakukan benar”. Tidak ada sifat kesombongan dan
kecongkaan yang tertanam dalam jiwa adib, adikku.
Tokoh Ayah
Tokoh
ayah pada cerpen diatas memiliki watak yang jahat pula, tapi suatu saat juga
terkadang baik. Hal ini terbukti dengan adanya kutipan berikut.
“Mama
yang telah melahirkanku pun lebih mencintai adib, ayah yang selalu memberi
nafkah pada keluarga kami pun memberi oleh-oleh yang lebih istimewa kepada
adib. Ini merupakan deskriminasi yang berlebihan menurutku. Ya sudahlah, biar
tak kepanjangan pikirku, aku positif saja dengan kehidupanku.”
“Kini
mimpi-mimpiku terasa telah terhapus, aku tak bisa melakukan aktivitas seperti
biasanya. Yang aku bisa kerjakan aku kerjakan, namun yang tak bisa ya aku
tinggalkan. Dengan kecacatan yang aku derita ini, aku memutuskan untuk tinggal
di kejauhan sana agar tidak membuat malu keluarga. Ayahku tidak setuju dengan
pikiranku, namun yang membuat aku tambah mengelus dada adalah kerelaan ibu yang
begitu memancarkan ketidaksayangannya dalam menyetujui keputusanku.”
5. Gaya
Bahasa
Gaya
bahasa yang digunakan oleh pengarang pada cerpen diatas adalah dengan
menggunakan gaya bahasa sehari-hari yang mudah dipahami, sehingga pembaca
cerpen ini dapat meresapi, menghayati dan memahami cerita dengan mudah.
6. Sudut Pandang
Dalam
cerpen Akhirnya Aku Bisa Merasakan pengarang menggunakan sudut pandang orang
pertama yakni aku. Pengarang mengungkapkan perasaannya sendiri dengan
kata-katanya sendiri pula. Dalam cerita kadang kala pengarang menjadi
pencerita. Dalam cerpen pengarang menggunakan kata ganti aku
7. Pesan
atau Amanat
Pesan
atau amanat yang terkandung dalam cerpen diatas adalah:
Sebagai
orang tua seharusnya tidak boleh memperlakukan seorang anak dengan cara tidak adil
·
Sebagai
orang tua harus menerima kelebihan dan kekurangan dari sosok seorang anak yang
dilahirkan dari rahim seorang ibu kandung
Sesama
saudara harus saling memberi semangat dan saling tolong menolong
Sesama
anggota keluarga harus saling manghormati dan tolong menolong serta bekerja
sama dalam mengadpi suatu permaslahan.
Cerpen II
Setiap fajar, muadzin surau kami selalu dibangunkan
oleh ayam jago orang seberang kali. Setelah disana ayam jantan berkokok, maka
didesa kami seruan takbir subuh. Didesa kami orang – orang pulang dari surau,
disana orang – orang jongkok sambil mengelus – elus ayam jago. Tetapi rabu
kemarin ada orang seberang kali yang sudah berdiri didepan rumahku saat masih
fajar, ternyata Kang Samin.
Kang
Samin memberitahuku kalau Madrakum sedang sekarat, tetapi penyakitnya sangat
aneh. Dan ternyata dia sudah lama sekarat. Setiap hari bukannya bertambah baik
malah bertambah buruk keadaannya, badannya melemah, daun telinganya terkulai,
bau mayat yang khas, dan raut mukanya yang sudah lain sama sekali. Tetapi dia
tidak mati juga, seakan dia lah yang sedang menunggunya.
Ternyata
memang benar semua yang dikatakan Kang Samin, Madrakum memang sekarat menunggu
mati yang seakan enggan menjemputnya. Lalu aku duduk diatas kursi dekat kepala
Madrakum, lalu aku mulai membacakan Surah Yassin yang sudah ku hafal diluar
kepala, orang – orang seberang ternyata bias menciptakan keheningan saat aku
membacakan ayat – ayat suci. Setelah selesai, kemudian aku berpamitan untuk
pulang kerumah dan memberitukan keadaan Madrakum kepada tetangga desaku.
Setelah
sampai dirumah, aku memberitahu istriku dulu, dan keluar untuk memberitahukan
keadaan Madrakum kepada tetanggaku, tetapi sebelum keluar halaman tiba – tiba dengan
wajah yang sangat senang Kang Samin muncul dan mengucapkan terima kasih serta
memberitahukan bahwa ternyata Madrakum telah mati. Yang tidak aku mengerti
adalah sikap aneh yang dilakukan Mardakum sebelum Sakaratul Maut. Kata Kang
Samin, tidak lama setelah aku pulang, Madrakum berdiri gagah, lalu membuat
gerakan – gerakan persisi ayam jago yang sedang menggombal betinanya. Tidak
hanya itu, dia kemudian keluar, berdiri megah, matanya liar, kedua tangannya
mengepak. Tetangganya terpana melihat Madrakum berkokok berkali – kali seperti
ayam jago miliknya sehingga ayam – ayam jago disebelahnya menyangkulnya
bergantian. Tapi semuanya berakhir ketika Madrakum jatuh melingkar ditanah dan
ternyata dia telah mati.
Hasil analisis cerpen
2.
Tema dan Amanat
Ø Tema : Keagamaan
Kalimat yang menunjukkan tema:
Ü “ Begitu, disana
kokok ayam jantan, disini seruan takbir. Disini orang – orang pulang dari
surau, disana orang – orang jongkok sambil mengelus – elus ayam jago. “
Ü “ Orang – orang
seberang kali ternyata bisa menciptakan hening ketika aku membacakan ayat –
ayat suci. “
Ü “Aku mengerti
maksudmu. Membacakan Surah Yassin, kan ? Tapi jangan keliru. Ajal di tangan
Tuhan. “
Ø Amanat
Amanat yang
terkandung dalam cerpen yang berjudul “ Orang – orang Seberang Kali
“ adalah bahwa kita jangan suka mengadu ayam –
ayam jago, karena perbuatan tersebut dilarang oleh agama. Perbuatan mengadu
ayam jago sama juga menyiksa ayam – ayam tersebut apalagi kalau perbuatan itu
disertai judi. Ayam jago juga makhluk hidup mereka juga punya perasaan. Allah
mungkin menegur mereka melalui kematian Madrakum, yang mati secara tidak wajar,
tingkah lakunya persis seperti ayam ketika akan diadu. Allah mengutuknya karena
menjadi
butoh – nya.
Allahumma min dzalikh
…
3.
Tokoh Utama dan Penokohannya
Ø Tokoh Utama : Aku
Alasan :
Karena tokoh “ Aku “
yang menceritakan/ menggambarkan kisah tentang kehidupan orang – orang seberang
desanya dan juga kematian Madrakum yang sangat tidak wajar. Tokoh “ Aku “ juga
sering muncul didalam cerita tersebut.
Ø Penokohan
a.
Tokoh “ Aku “
Ü Sholeh
Ü Baik
Ü Berbudi Luhur
Ü Suka Menolong
Ü Perduli
b. Madrakum
Ü Tidak punya hati
Ü Suka mengadu ayam
Ü Tidak tahu agama
c. Kang Samin
Ü Tidak punya
perasaan
Ü Bicaranya kasar
Ü Tidak tahu agama
Ü Kasar
Ü Suka mengadu ayam
4.
Alur/ Plot cerita
Ø Alur/ Plot sering
juga disebut jalan suatu cerita
Ø Alur/ Plot yang
terdapat pada cerita “ Orang – orang Seberang Kali “ menggunakan alur Mundur,
karena cerita ini memang menceritakan kehidupan masa lalu atau kehidupan yang
telah terjadi.
Terdapat potongan
kalimat yang menunjukkan bahwa cerita ini menggunakan laur mundur adalah kata “
kemarin “, yaitu terdapat pada kalimat:
“ Kecuali rabu
kemarin. Kemarin kami pulang dari surau kala pagi masih remang oleh kabut, ada
orang seberang kali sudah berdiri di halaman rumahku. “
Pada kalimat diatas
terdapat kata “ kemarin “ , kata tersebut menunjukkan waktu yang telah terjadi
atau kegiatan yang sudah berlalu.
5.
Setting/ Latar cerita
Setting/ Latar cerita
adalah tempat atau waktu terjadinya cerita.
Setting/ Latar dibagi
menjadi 3:
a.
Setting Waktu
Ü Fajar
Tedapat pada kalimat
“ Setiap fajar seakan menjadi milik orang seberang kali karena ayam jago mereka
selalu berkokok lebih awal dari ayam jago siapapun, bahkan lebih awal dari
suara kokok muadzin surau kami “
Ü Pagi
Terdapat pada kalimat
“ Ketika aku melewati titian batang pinang itu hari sudah benar – benar terang.
Pakis – pakisan di tebing parit hijau dan segar denagn tetes – tetes embun di
puncak – puncaknya. “
b. Setting Tempat
Ü Surau/ Masjid
Ü Rumah Madrakum (
Desa seberang kali )
Ü Rumah Tokoh “ Aku “
c. Setting Suasana
Ü Hening
Terdapat dalam
kalimat “ Orang – orang seberang kali ternyata bisa menciptakan hening ketika
aku membacakan ayat – ayat suci “
6.
Kesesuaian antara Setting, Plot, dan
Cerita “ Orang – orang Seberang Kali”
Antara setting, plot,
dan tema saling berhubungan, jadi antara ketiga hal tersebut yang tidak dapat
diolah alih kedudukannya. Dari ketiga hal tersebut bersifat terpadu dan saling
berkaitan.
Seperti misalnya
apabila Tema cerita tersebut Keagamaan, setting
yang sesuai adalah Surau, pesantren, dll, karena tema keagamaan rata –
rata mengacu pada dakwah dan dakwah tersebut biasanya dilaksanakan di Surau,
pesantren, dll. Plot suatu cerita dapat disesuaikan menurut urutan waktu atau
juga urutan tempat.
7.
Penggunaan Bahasa Pengarang
Penggunaan bahasa
yang digunakan oleh pengarang dalam cerita “ Orang – orang Seberang Kali “
menggunakan bahasa Komunikatif sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Pembaca
bisa menangkap isi dan maksud yang ditulis oleh pengarang karena bahasanya
tidak sulit, sehingga pembaca tidak perlu mencari arti kalimat tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar